Picture

SURABAYA - Prestasi internasional diraih tiga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas. Mereka mendapatkan penghargaan sebagai periset terbaik tingkat internasional di Kuala Lumpur, Malaysia.

Ketiga dosen tersebut, Kepala Unit Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (UP3M), Prof. Dr. Romanus Wilopo, Ketua STIE Perbanas Surabaya Prof. Tatik Suryani, dan Kepala Unit Pendidikan, Kepala Laboratorium Bahasa Dr. Djuwari. Mereka mendapat penghargaan dalam Asian Conference Proceedings and Book of Abstracts oleh International Association of Multidisiplinary Research (IAMURE), sebagai para pemberi kontribusi di bidang penelitian internasional pada acara yang dihelat 28-30 Mei 2012 lalu.

"Kami sangat bersyukur dengan penghargaan ini, karena acara ini diikuti puluhan negara dari berbagai belahan dunia," kata Ketua STIE Perbanas Surabaya Prof. Tatik Suryani, kemarin. 

Tatik mendapatkan penghargaan Asia’s Model President in Higher Education, yaitu sebagai tokoh yang menginisiasi kegiatan-kegiatan riset multidisipliner. Sedangkan Romanus Wilopo untuk penghargaan Outstanding Asian Research Leaders, serta Dr. Djuwari untuk Outstanding Asian Researchers.

Tatik menjelaskan, IAMURE ini beranggotakan 22 negara, dan acara kemarin dihadiri 20 negara. Mereka mendapatkan penghargaan melalui penilaian dari tim juri. "Yang dinilai itu antara lain tentang banyaknya aktivitas sebagai editor di jurnal ilmiah internasional, dan banyaknya karya riset yang dikutip oleh periset lain," terangnya.

Selain itu, dia pun tercatat sebagai Vice President for Asia IAMERU 2011-2013. Sebagai pengurus lembaga riset, dia mengaku tiap tahun harus punya karya riset baru minimal satu hingga dua judul. Baginya, hal itu sangat penting untuk memacu kompetensinya. Romanus Wilopo mengungkapkan, penghargaan ini sangat penting bagi dirinya. Bahkan, kini dia pun terus mendorong para dosen di STIE Perbanas tidak hanya aktif mengajar, namun juga melakukan penelitian dan mempresentasikan penelitiannya tersebut di forum- forum internasional.

"Saya melihat budaya meneliti masih rendah di Asia. Nah, karena itu kita memberikan dorongan untuk aktif meneliti dan ternyata mendapat dukungan dari Prof. Tatik," tuturnya. 

Dalam karya risetnya, Wilopo mengangkat tema tentang bagaimana meningkatkan dan mengembangkan budaya meneliti di Asia Tenggara dengan studi kasus di Indonesia. Menurutnya, negara yang maju seharusnya punya riset yang maju. Sebab, salah satu yang menjadi perhatiannya untuk meneliti adalah akuntansi forensik. Pihaknya pun sedang membentuk lembaga pusat penelitian dan pencegahan kejahatan kerah putih. Lembaga ini, berfungsi mencegah terjadinya korupsi. Untuk itu, lembaga tersebut bekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).

"Lembaga ini bekerja dengan institusi lain. Tidak bisa jalan sendiri. Makanya kami kerjasama dengan PPATK," terangnya. Kejahatan tersebut merupakan perbuatan menggunakan uang negara dengan cara halus. Jika persoalan-persoalan ini tidak bisa dituntaskan, maka uang negara tetap akan hilang dengan cara yang tak kentara. Untuk itu, lembaga pemantau kejahatan ini harus ditingkatkan supaya penjahat kerah putih tidak bisa seenaknya mempermainkan uang negara




Leave a Reply.